Dengan segala ilmu dan pengalaman yang dimilikinya dibidang arsitektur, Sigit Kusumawijaya (Sigit) tentu telah mengetahui seluk beluk dalam jasa arsitektur yang dibukanya sejak tahun 2012 ini. Dengan bendera usaha sigit.kusumawijaya | architect & urbandesignerSIG yang diusungnya, membuat kami tertarik untuk wawancarai Sigit.

Percakapan dengan Sigit Kusumawijaya

Beberapa hal yang berhasil kami korek dari wawancara ini adalah seperti strategi usaha, filosofi usaha, tantangan usaha dan kelebihan usaha. Tentu akan menarik bila membaca tuntas hasil wawancara ini.

Jakarta Guide [JG]: Beritahu saya sedikit tentang diri Anda. Berapa lama Anda telah menjalankan usaha ini dan bagaimana Anda memulainya?

Sigit KusumawijayaSaya seorang arsitek and designer, saya mempunyai perusahaan dengan nama sigit.kusumawijaya | architect & urbandesigner atau SIG

Background saya arsitek, lulus dari arsitektur di University of Indonesia (UI).  Sebelum lulus saya sempat bekerja sebagai architect trainee di Kuala Lumpur di perusahaan arsitektur Ken Yeang, yang terpandang di dunia arsitektur.  Di situ saya internship selama 6 bulan.

Saya lulus tahun 2004.  Setelah lulus, saya langsung bekerja di andramatin architect selama 2 tahun. Kemudian saya melanjutkan studi Master saya di TU Delft (Delft University of Technology) di Belanda mengambil jurusan Urbanism (perkotaan) selama 2 tahun, dari 2006 sampai 2008.

Ketika saya lulus di tahun 2008, krisis global menghantam perekonomian seluruh dunia. Di  Belanda dan Eropa saya sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Walaupun sempat bekerja selama di perusahaan Belanda, Mei Architect & Urban Designer, saya harus pulang ke Indonesia pada tahun 2009 dikarenakan situasi ekonomi di Eropa yang tidak begitu baik.  Ternyata di Indonesia tingkat pertumbuhan ekonominya lebih baik dari negara-negara lain yang terkena krisis.

Ketika kembali ke Indonesia, saya berpikir apa yang bisa saya lakukan untuk negeri ini dengan ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan dari luar negeri. Dan ketika mendapatkan tawaran dari PT MRT Jakarta, akhirnya saya menerima tawaran tersebut dengan bekerja di perusahaan tersebut. Walaupun di saat saya mulai bekerja di PT MRT Jakarta, konstruksi MRT Jakarta belum mulai ground breaking, saat itu masih banyak ruang studi /riset tentang perkotaan, kawasan-kawasan TOD di sekitar stasiun MRT nanti-nya.

Setelah hamper 3 tahun lamanya saya bekerja di perusahaan tersebut, akhirnya saya merasa di comfort zone, dimana saya mendapatkan penghasilan yang cukup, lokasi bekerja yang prestisius, tetapi secara passion dan karir saya merasa tidak puas, saya merasa mentok dan yang terpenting saya tidak menemukan passion saya.

Saat itu saya berpikir harus melepaskan diri dari comfort zone tersebut.  Saya paham akan resikonya dimana di awal perubahan karir saya mulai dari nol. Di 2012, saya mulai mendirikan perusahaan SIG yang sampai sekarang sudah berdiri 4 tahun lebih.

JG: Bagaimana Anda menjalankan usaha Anda supaya lebih maju?

Saya masih belajar dan masih mencari formula. Yang pasti, saya merasa networking dan marketing itu penting. Biasanya saya aktif di social media, Facebook, Twitter, Instagram, LinkedIn, sosial media dan website.

Selain online, marketing secara konvensional dari mulut ke mulut juga penting. Melalui teman-teman, komunitas, alumni-alumni sekolah, kuliah dan lain-lain, tapi sekarang sudah jaman-nya kita harus mengikuti dan tanggap akan teknologi dan harus kita manfaatkan secara positif.

JG: Apa yang membedakan Anda dari saingan Anda?

Yang ingin saya tawarkan adalah konsep green architecture atau arsitektur yang ramah lingkungan yang saya kombinasikan dengan konsep pertanian di area perkotaan atau istilahnya urban farming. Untuk skala kecil seperti skala residential bisa disebut home farming.

Rumah atau bangunan atau objek arsitektur apa pun, kami kenalkan dengan konsep green. Namun green-nya bukan hanya untuk estetika saja, namun tanaman tersebut bisa dikonsumsi mejadi tanaman pangan..

Yang saya amati di dunia arsitektur khususnya di negara Indonesia, arsitekt-arsitek yang mencoba menerapkan konsep green architecture masih belum banyak. Apalagi dengan menerapkan konsep urban farming, yaitu menanam tanaman yang tidak hanya hijau secara estetika saja, namun tanaman pangan yang dikonsumsi seperti sayuran, obat-obatan, buah-buahan yang bisa menambah nilai.

JG: Apa filosofi Anda untuk menjalankan usaha yang sukses?

Saya mencoba untuk mengedukasi klien ataupun orang yang memakai jasa saya supaya mereka pasti mendapatkan kenyamanan hidup, hidup yang lestari dan berlanjut.

JG: Berapa jam sehari Anda bekerja di dalam usaha Anda dan bagaimana waktunya digunakan?

Normalnya sekitar 9 jam. Saya mencoba menerapkan ke diri saya sendiri dan anak buah saya untuk kerja lebih efisien. Kalau bisa 9 jam kerja, tidak usah lembur. Tetapi kadang karena mengejar deadline, harus bekerja lembur.

JG: Apa yang Anda sukai tentang usaha Anda?

Sejak kecil, saya suka menggambar. Ayah saya bilang saya menjadi arsitek saja, meskipun waktu itu saya tidak tahu arsitek itu profesi seperti apa, hanya  dijelaskan kalau arsitek adalah orang yang merancang bangunan.

Sampai sekarang, saya selalu mencoba untuk menghasilkan karya-karya yang baik untuk masyarakat.

JG: Apa yang paling Anda banggakan di usaha Anda?

Saya bangga jika apa yang kita desain dari sketch awal, akhirnya bisa terwujud bangunan. Ada kepuasan sendiri. Walaupun rumah kecil tapi terbangun.

Dalam proses membangun, ada yang sesuai harapan kita, ada yang tidak. Karena proses yang lama dan kadang-kadang tidak sesuai dengan keinginan klien.

Yang paling memuaskan kalau bisa saling kerja sama. Kita cari win-win solution-nya. Kalau visinya sama, jadi sama-sama puas.

Kebetulan saya juga akhir-akhir ini ada proyek RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak), program pemerintah propinsi Jakarta. Proses yang lama tapi akhirnya memang terbangun.

RPTRA bisa bermanfaat untuk masyarakat. Ini kebanggaan tersendiri, menghasilkan karya yang bisa dinikmati banyak orang.

RPTRA Prototype A

JG: Apa aspek yang paling menantang di usaha Anda?

Di Indonesia, kebanyakan orang masih menganggap profesi arsitek cukup eksklusif dan mahal. Kita belum terlalu diapresiasi.

Tantangannya adalah bagaimana kita bisa mengedukasi masyarakat dengan karya arsitektur yang baik. Masyarakat menganggap bisa membangun rumah sendiri, atau tinggal cari tukang, gambar sendiri, atau tinggal cari kontraktor tanpa arsitek. Sedangkan arsitek tidak dihargai.

Dari proyek RPTRA ini, kita bisa membuktikan kalau dengan adanya sentuhan arsitektur yang baik, masyarakat bisa mendapat hasil yang juga baik, secara estetika dan komposisi desainnya sesuai serta selaras dengan lingkungan setempat.

JG: Tren apa yang Anda lihat di industri?

Menurut saya, style arsitek yang lagi tren sekarang minimalis dan kontemporer. Kalau lihat kafe-kafe, minimalis-nya itu cenderung industrial, pakai besi-besi, menggunakan material yang natural, atau tampaknya natural.

JG: Apa buku favoritmu? Mengapa?

Buku favorit adalah Wastu Citra yang ditulis oleh Mangunwijaya. Buku itu saya belajar waktu awal-awal kuliah arsitektur, benar-benar membuka kawasan dan pikiran saya tentang arsitektur.

JG: Apakah Anda memiliki mentor atau panutan?

Role model dari pribadi saya adalah orang tua.

Dari sisi arsitektur, beberapa orang yang pernah kerja sama saya. Mereka membentuk karakter saya dan saya banyak belajar dari beliau.

Salah satunya adalah Andra Matin, karena pernah bekerja di perusahaan beliau. Beliau sampai sekarang bahkan menjadi salah satu arsitek yang berpengaruh di Indonesia. Saya banyak belajar dari beliau.

Di Indonesia, salah satu role model saya adalah Kang Emil. Beliau juga arsitek dan urban designer. Dulu kami sering ketemu dan berdiskusi ketika bersama-sama menginisiasi gerakan Indonesia Berkebun. Saya banyak belajar dari beliau bagaimana arsitek juga bisa bersifat inklusif dengan warga. Beliau juga banyak menginisiasi program ataupun gerakan, salah satunya komunitas urban farming Indonesia Berkebun. Dan dari situ saya yakin arsitek bisa menjadi seorang agent of change. Beliau banyak mendapat undangan untuk berbagi di forum-forum seperti menjadi pembicara TEDx Bandung, TEDx Jakarta, dll.

Kalau arsitek luar yang saya kagumi adalah arsitek yang saya juga pernah bekerja di perushaannya, yaitu Dr. Ken Yeang dari Malaysia. Beliau banyak menghasilkan buku, dimana saya banyak belajar dari buku-bukunya.

JG: Apa saran yang Anda bisa berikan kepada pengusaha yang ingin memulai usaha?

Menurut saya, sebagai entrepreneur, kita harus lebih membuka diri, mengikuti kemajuan informasi teknologi, jangan sampai tertinggal. Entrepreneur harus dapat mempromosikan produk atau karya-nya. Apa pun platform yang ada, gunakan sebaik-baiknya dan seoptimal mungkin.

Kesimpulan

Inilah hasil wawancara kami dengan Sigit Kusumawijaya yang menjalankan usaha jasa arsitektur SIG. Dari wawancara ini kita bisa mengetahui bahwa tantangan besar usaha jasa arsitektur menurut Sigit adalah mengedukasi masyarakat akan pentingnya arsitektur yang baik. Selain itu kurangnya apresiasi terhadap profesi arsitektur menjadi perhatian tersendiri bagi Sigit. Dengan adanya catatan-catatan ini maka seharusnya ada pelajaran yang bisa diperoleh setelah menyimak hasil wawancara di atas.

Sigit Kusumawijaya Logo
sigit.kusumawijaya | architect & urbandesigner – SIG
architecture | interior | urban planning | landscape design | research | creative
Alamat: Damar Tower 21st floor no. 21AG Kalibata City Apartment, Jl. Kalibata Raya no. 1, Pancoran, Jakarta 12750, INDONESIA
No. Telp: +6281222444479
FB Page: Sigit Kusumawijaya – architect & urbandesigner
Instagram: @sigitkusumawijaya
Twitter@SIG_architect
LinkedinSigit Kusumawijaya
Emailinfo@sigitkusumawijaya.com
Websitewww.sigitkusumawijaya.com