Melihat peluang properti yang bagus ke depannya, Eduardus Tri Aryo (Eduardus) terbilang nekat membuka usaha Vindo Design. Hal ini dikarenakan Eduardus tidak punya background keilmuan dibidang arsitek. Namun justru dari sinilah keunikan Vindo Design yang akhirnya membuat kami tertarik mewawancarai Eduardus sebagai pendirinya.

Percakapan dengan Vindo Design

Dari wawancara ini banyak kisah dan informasi yang bisa didapatkan seperti strategi usaha, tantangan usaha dan juga filosofi usaha yang dijalankan Eduardus. Maka akan sangat menguntungkan bila Anda mau menyimak wawancara kami dengan Eduardus berikut ini.

Eduardus Tri Aryo

Jakarta Guide [JG]: Beritahu saya sedikit tentang diri Anda. Berapa lama Anda telah menjalankan usaha ini dan bagaimana Anda memulainya?

Sebenarnya saya bukan lulusan arsitek atau interior. Saya S1-nya akunting, tidak tau kenapa masuk akunting. Masuk saja yang penting kuliah dulu karena masih muda. Setelah kuliah saya tidak terlalu tertarik dengan angka-angka, duduk manis bikin journal.

Setelah lulus belum tahu mau ngapain. Tapi yang pasti saya tidak mau kerja sama orang. Saya ingat minat saya saat saya SMA, saya kepingin jadi arsitek. Arsitek berhubungan dengan IT.

Waktu jaman saya SMA, IT mungkin belum booming, gadget belum ada. Tapi saya sudah mulai tertarik dengan komputer, dari SD pun saya sudah pegang komputer.

Setelah S1, saya teruskan S2 dulu, belajar manajemen bisnis. Ada saat di S2 itu baru saya terbuka mindset-nya. Di dunia ini luas, tidak cuma sekedar kita mau jadi karyawan atau mau usaha.

Waktu kuliah S2, saya ketemu banyak orang-orang yang sukses di bidang interior. Muncul lah ide, memang dari dulu saya mau jadi arsitek sama interior.

Tahun itu 2006-7. Pada saat itu properti belum booming. Tetapi saya melihat, ke depan-nya bagus. Saya pikir saya suka itu, saya punya hobby itu, dan market ke depan-nya bagus, kenapa saya tidak berkecimpung di situ.

Akhirnya saya nekat dan buka biro jasa sendiri. Saya tanya-tanya teman saya, kebetulan punya teman di kampus itu seorang interior. Tadinya saya mau ajak dia join, tapi memang basic-nya dia itu cuma sebagai karyawan, akhirnya tidak mau jadi pengusaha.

Akhirnya buka biro sendiri, saya belajar sendiri dan saya sudah langsung masuk ke 3D. Saat itu 3D belum booming, orang masih sketsa. Saya belajar 3D, saya belajar interior sendiri, akhirnya saya baru berdiri tahun 2007.  Kebetulan sense of desain saya bisa dipakai dan ternyata market suka. Sampai sekarang bisa survive, sudah 10 tahun.

JG: Apakah Anda memiliki / menjalankan usaha yang lain?

Usaha saya basically cuma interior, arsitektur. Mulai dari tahun lalu saya buka brand baru, namanya Rattan of Indonesia, yaitu brand yang bergerak di bidang produk furnitur tapi pakai material rotan. Sebenarnya masih satu industri interior design. Yang tadinya saya konsultan dan designer saja, sekarang saya coba mainan yang baru. Jadi distribusi rotan yang model-nya unik dan masih berhubungan dengan budaya dan culture Indonesia.

JG: Apa produk atau jasa utama dari usaha ini?

Kita paling fokus interior dan arsitek, perbandingan 70/30. Saya lebih banyak ke interior-nya.

JG: Bagaimana Anda menjalankan usaha Anda supaya lebih maju?

Itu pertanyaan yang rada susah. Apalagi kalau kita kerjain sendiri ya. Kalau ditanya lebih maju atau tidak, sebenarnya balik lagi ke kita, sebagai pengusaha atau entrepreneur.

Kalau kita punya target sendiri, kita harus bisa achieve. Untuk saya begini. Saya setiap tahun harus siapkan target untuk achieve. Target itu bukan hanya nilai omzet. Kalau nilai omzet bisa berubah tergantung kondisi, margin juga bisa berubah. Tapi yang penting target, apa yang kita achieve. Misalnya, mau bisa kerjain interior kantor 10 klien, jadi kita bisa punya target sendiri.

Supaya maju, itu kita punya obsesi. Misalnya saya belum pernah kerjain di hotel. Saya coba cari, ada tidak networking di situ? ada tidak klien atau teman atau networking lain yang ada channel ke situ tapi kita belum pernah terbuka. Otomatis terbuka sendiri. Kalau begitu kan berarti kita otomatis bergerak maju terus, belajar yang baru. Karena di industri perhotelan, di food and beverage, semua berbeda.

JG: Apa jenis strategi pemasaran yang Anda pakai?

Dari dulu saya selalu pakai online marketing. Semua itu berhubungan sebenarnya. Karena dulu saya sudah tertarik dengan IT, dengan internet.

Seperti yang tadi di awal, saya nekat saja, tidak punya background interior dan arsitektur, bagaimana cara pemasaran pertama kali. Saya lewat online, dan saat-saat itu ada forum terkenal, saya coba marketing di situ dan kebetulan dapat.

Sepenjak itu saya buat website. Waktu itu pesaing belum terlalu banyak dan market sudah mulai terbentuk. Orang sudah mulai mindset-nya adalah punya apartemen. Mulai booming pelan-pelan. Orang beli apartemen dengan luas yang terbatas itu, bagaimana cara-nya supaya tetap roomy,  functional, itulah tugas kita sebagai konsultan. Di situ saya mulai merasakan growth-nya dari 2007

Pertama, marketing saya hanya lewat online. Dan sekarang di bantu dengan sosial media – Instagram, Facebook, dll.

Kedua, masalah kepercayaan. Kalau sudah suka dengan kita, mereka pasti kasih referral. Bukan besok tapi di tahun-tahun depan.

JG: Apa yang membedakan Anda dari saingan Anda?

Sebenarnya banyak interior design, apalagi yang muda-muda sekarang laig naik daun. Kalau ditanya ciri khas saya, saya orangnya suka colourful. Tapi bagaimana cara-nya supaya colorful masih bisa menyatu dengan konsep orang Indonesia.

Saya suka warna dan akhirnya saya berbentuk konsep itu namanya pop. Ternyata ada niche market, ada market kecil yang orang suka kayak begitu. Klien yang hubungi saya, rata-rata sudah tahu Eduardus itu kalau desain itu seperti apa.

Kalau saya tanya konsep bapak atau ibu mau bagaimana? Mau rada pop, rada industrial sedikit, jadi orang lari ke sana.

Jarang yang orang mau-nya kontemporer, minimalis saja, pasti harus ada sesuatu yang unik yaitu color.  Kemungkinan ada, saya tidak tolak.

JG: Apa filosofi Anda untuk menjalankan usaha yang sukses?

Filosofi saya adalah kalau kita mencintai produk atau bisnis, kita rawat, kita atur seperti anak, supaya achieve apa yang kita mau.

Apa sih bisnis? Apa sih omzet? Untuk saya itu bukan tujuan, tapi bagaimana kita bisa achieve apa yang kita mau lakukan.

Misalnya nanti 50 saya mau pensiun, punya berapa asset dll itu sebenarnya target-target kita. Bisnis itu adalah kendaraan-nya untuk kita bisa mencapai idealis itu.

Untuk saya, keluarga itu nomor 1. Bagaimana cara bahagia-in keluarga, apalagi kalau kita sudah punya keluarga, sudah punya istri, sudah punya anak. Dengan bisnis ini, bagaimana caranya bisa di bentuk supaya mereka bahagia

Saya punya heritage warisan untuk anak saya bisa lanjutkan. Tapi kelemahan-nya industri konsultan dan arsitek ini adalah owner ke mana, bisnis ke mana. Kalau owner-nya tidak ada, bisnis itu bisa hilang. Saya tidak mau begitu.

JG: Berapa jam sehari Anda bekerja di dalam usaha Anda dan bagaimana waktunya digunakan?

Tidak bisa ditentukan jam tapi dihitung apa yang mau saya lakukan hari ini. Misalnya hari ini saya banyak meeting, atau saya kepingin santai, atau saya lagi banyak yang saya harus kerjakan.

Kalau di tanya berapa jam, saya tidak ada namanya eight to five. Untuk saya, kalau malam harus kerja, saya kerja. Kalau saatnya saya istirahat, saya istirahat.

Bahkan bisa saja saya sudah mau tidur tapi  saya kepikiran sesuatu yang mau saya kerjakan. Saya bangun nyalakan komputer, saya kerjakan. Lebih baik begitu dibandingkan saya tunda kerjaan, kepikiran malah tidak bisa tidur.

JG: Apa yang Anda sukai tentang usaha Anda?

Ketemu orang banyak. Setiap orang itu unik, dari yang keras kepala, sampai yang baik hati. Kadang-kadang buat saya kesal tapi karena ketemu jadi bisa networking baru dan belajar sesuatu baru yang saya belum tahu. Saya tipe orang senang belajar.

Untuk saya, orang itu harus cerdas. Cerdas itu tidak diukur dengan nilai di raport atau sertifikat. Kalau pintar dilihat di ranking – nomor 1 itu pintar. Kalau orang cerdas ada wawasan yang luas, pengetahuan banyak dan bisa ngobrol dengan semua orang

JG: Apa yang paling Anda banggakan di usaha Anda?

Saya bangga karena dulu saya bukan siapa-siapa, dan sekarang saya bisa melakukan sesuatu untuk keluarga. Ibu saya ibu rumah tangga, bapak saya dari muda sampai pensiun sukarela, gaji pas-pasan.

Saya tidak mengikuti. Karena kita nekat tidak punya sesuatu, kepingin membikin atau achieve sesuatu. Yang paling susah adalah naik gunung sendiri, mau mencapai keberhasilan sendiri.

Walaupun saya masih jauh dari berhasil, setidaknya saya bangga bisa menyenangkan keluarga, orang tua.

JG: Apa aspek yang paling menantang di usaha Anda?

Setiap properti itu berbeda-beda. Bagaimana cara-nya kita bikin sesuatu desain untuk properti, tapi berbeda sama orang lain. Misalnya apartemen satu tower atau townhouse, unit-nya typical semua, model-nya semua seragam. Bagaimana kita cara-nya supaya interior berbeda bangat, punya ciri khas-nya.

Dan yang kita desain ini harus balikkan ke owner. Apa yang owner mau, apa kriteria owner. Kita harus sesuai apa yang owner suka, kedua apa yang kita suka. Kita harus blend atau hybrid.

JG: Tren apa yang Anda lihat di industri?

Kalau secara bisnis, tren pasti bagus. Orang pasti butuh rumah, orang yang punya rumah biasanya mau desain yang bagus, interior yang bagus. Market ini terus berkembang.

Kalau konsep desain, tren berubah-rubah. Kita sebagai pengusaha harus mengikuti tren. Walaupun kita punya ciri khas tapi jangan pernah tertinggal tren di industri.

JG: Apa buku favoritmu? Mengapa?

Saya bukan tipe pembaca, saya lebih suka learning by hearing. Saya suka mendengar seperti ke seminar. Mungkin orang ngantuk tapi saya menikmati.

Kedua, saya suka nonton. Saya lebih baik menonton sesuatu yang berhubungan dengan buku itu, dibanding saya membaca buku untuk memahami ilmu-nya.

Kalau buku, pasti buku interior. Saya suka lihat buku interior karena visual, bukan tulisan.

JG: Apakah Anda memiliki mentor atau panutan?

Kalau mentor, nomor 1 pasti orang tua.

Hampir semua orang yang saya pelajari bisa jadi role model. Setiap kali saya ketemu orang, setiap kali saya baca tentang orang, saya ambil inti sari-nya.

Saya lebih baik jadi orang yang cerdas, belajar dari banyak orang. Pasti setiap orang ada kelebihan dan kekurangan.

Maupun orang itu saya kenal sekali atau tidak, pasti ada sesuatu dari dia yang bisa saya terima. Terima dalam arti bukan harus saya jalankan. Kalau positif dan bagus, bisa di pelajari. Kalau negatif, itu dihindari. Jadi kita ambil dari dua sisi.

JG: Apa saran yang Anda bisa berikan kepada pengusaha yang ingin memulai usaha?

Saran-nya: Do it. Karena kalau tidak di lakukan, kita tidak bakal pernah tahu bisnis ini bisa jalan atau tidak.

Dulu saya pernah bikin klinik kesehatan dengan teman. Klinik kesehatan untuk warga yang tidak mampu. Tapi ternyata tidak jalan karena teman saya yang dokter mungkin terlalu sibuk. Tapi saya tahu dunia kedokteran, dunia medical seperti apa, banyak yang saya pelajari.

Kedua, kalau sudah melakukan, kita bisa merasakan. Apa yang harus kita lakukan, apa yang tidak harus  di lakukan. Sedangkan kalau kita cuma duduk manis dan kepingin melakukan, itu tidak ada hasilnya. Kalau mau achieve sesuatu, kamu harus lakukan.

Kalau di tanya tidak punya modal, itu bukan alasan. Dulu saya tidak punya modal, hanya komputer dan ruangan, saya kerja di kamar orang tua saya. Yang penting step by step, setiap tahun apa yang kita mau lakukan.

JG: Fakta apa yang tidak banyak orang mengetahui tentang Anda atau perusahaan Anda dan mereka akan terkejut jika mereka tahu?

Saya bukan lulusan interior. Setiap kali ada yang tau, termasuk klien, bukan menghindari, tapi jadi bahan omongan.

Pekerjaan dan karya kita sudah diakui di media atau di website, mereka akhirnya menganggap itu sebagai kelebihan.

Lakukan saja. Kalau di lakukan pasti berhasil. Berhasil untuk diri kita sendiri. Saya bukan arsitek atau interior dulu-nya tapi sekarang saya punya usaha ini.

Tidak semua klien tahu, tidak banyak yang tanya juga. Kalau tanya baru terkejut.

Kesimpulan

Demikianlah hasil wawancara kami dengan Eduardus, founder Vindo Design. Dari wawancara tersebut kita bisa mendapati suatu hal menarik bahwa usaha yang dijalankan dengan cinta, fokus dan keseriusan meskipun diawali tanpa ilmu dan pengalaman bisa saja sukses. Hal ini telah dibuktikan oleh Eduardus yang tidak punya pengalaman dan latar belakang keilmuan arsitek mampu membuat Vindo Design sukses. Pembaca tentu bisa menjadikan kisah Eduardus ini sebagai inspirasi dan motivasi untuk kehidupan atau juga dalam menjalankan usaha.

Vindo Design
+6221 7983953
vindodesign.com